SEJARAH
3716
0
SEJARAH ASAL USUL DESA SINDANG
- Gambaran Umum Riwayat Desa Sindang
Pada masa 300 tahun yang lalu telah tersebutlah nama Panyindangan , sebuah Daerah Pemukiman Penduduk sekelompok manuasia yang merupakan bagian kawasan Rajagaluh.Sekalipun bukan merupakan desa, namun sesepuh penduduk yang bertindak sebagaii Kepala lingkungan sudah ada.
Orang-orang di lingkungan sekitar memberikan panggilan Embah Sayid Usman , Seorang Tokoh beragama Islam yang beranii mengembangkan agama Islam ditengah-tengah kaum penjajah, hanya sayang sekali Embah Sayid Usman tidak lama menjadi Kepala Lingkungan Panyindangan, karena meninggal dunia.
Sekalipun Embah Sayid Usman sudah meninggal, tetapi masyarakat terus mengembangkan agama Islam, sehingga maqomnya sampai saat ini selalu banyak para Pejiarah, khususnya pada setiap Bulan Syawal Puasa diadakan acara haulan yang dikunjungi dari berbagai daerah mencapai kurang lebih 5000 Pejiarah.
Pada jaman penjajah masyarakat Panyindangan mendapat undangan dari desa Argalingga untuk mengikuti sayembara Ujungan (Sampyong) . Semua desa dikawasan Rajagaluh ikut diundang., karena jauhnya perjalanan terutama yang ada disebelah utara harus melewati Panyindangan dan semuanya berhenti di Padukuhan .
Pada waktu itu Panyindangan tidak mempunyai Kepala Kampung setelah Embah Sayid Usman meninggal dunia, sementara keadaan Padukuhan menjadi ramai karena banyaknya tamu yang akan mengikuti sayembara di Argalingga.
Sebelum berangkat ke Argalingga untuk mengikuti sayembara masyarakat Panyindangan mengadakan musyawarah untuk memilih Kepala Lingkungannya, dan yang mendapat kepercayaan adalah Jayakarama.
Pada waktu itu Jayakarama menerima kepercayaan itu, namun dengan minta syarat bahwa Panyindangan diganti dengan nama Sindang.
Pergantian nama mendapat sambutan baik dari masyarakat dan pada waktu itu juga Jayakarama diangkat menjadi Kepala Desa Sindang yang pertama.
Dari tahun ketahun perkembangan penduduk semakin pesat baik penghuni desa ataupun pendatang yang menetap di desa sindang. Tidak hanya perkembangan penduduk perluasan wilayahpun terus meluas terutama daerah timur yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Babakan Sindang.
Kurang lebih 36 tahun Jayakarama mengabdikan dirinya baik tenaga dan pikirannya selaku Kepala Desa Sindang.
Dalam perputaran sejarah untuk melanjutkan tongkat estapeta kepemimpinan tetap masyarakat menghendaki pergantian kepala desa adalah orang yang berpengaruh dan telak membuktikan dedikasinya dan keberaniannya dalam mengemban tugas.
Kira-kira tahun 1881 Jayakarama diganti oleh Anggaperwata.
Selama 27 tahun ia menjadi Kepala Desa dan berakhir tahun 1908.
- Sindang pada jaman Perang Kemerdekaan.
Pada jaman Perang kemerdekaan Desa Sindang sebagai pusat Komando Gerilya Daerah V dan sebagai Pusat Pemerintah Darurat Kabupaten Majalengka, oleh sebab itu Desa Sindang disebut Yogya Kecil.
Karena keberdaan Desa Sindang tidak terlepas dengan Ibu Kota Kabupaten pada saat itu maka dalam pemaparan sejarah desa sindangpun akan bertolak kepada Majalengka pada masa Perang Kemerdekaan.
Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, harus masih menghadapi ancaman dari pihak Belanda yang berkeinginan menjajah kembali Indonesia. Tentara Inggris yang bertugas memelihara keamanan di Indonesia atas nama serikat, membiarkan diboncengi pihak Belanda, akhirnya harus berhadapan dengan pihak Indonesia. Tanggal 10 Nopember 1945 terjadi pertempuran sengit di Surabaya. Perlawanan pejuang Indonesia terjadi di mana-mana, dengan satu tekad Indonesia tetap merdeka.
Tanggal 25 Maret 1947, ditandatangani perundingan Linggarjati. Perundingan ini adalah upaya Inggris untuk menyelesaikan persengketaan Indonesia dengan Belanda. Hasil perundingan memang merugikan pihak Indonesia. Kedaulatan Indonesia hanya meliputi jawa, Sumatra dan Madura. Meskipun demikian, karena Indonesia cinta perdamaian maka hasil perundingfan itu disetujui kedua belah pihak.
Kenyataan pihak Belanda sendiri yang merobek-robek hasil perundingan tersebut. Belanda melancarkan Agresi militer I pada tanggal 21 juli 1947. Belanda melakukan penyerangan untuk menduduki daerah yang belum dikuasainya kembali.
Kabupaten Majalengka yang berada diwilayah Cirebon tidak luput dari penyerangan Belanda. Belanda memasuki daerah majalengka dari arah Cirebon dan dari arah Sumedang. Untuk menduduki Majalengka pihak Belanda dilengkapi dengan angkatan udara dalam memporak-porandakan pertahanan tentara dan Laskar Rakyat Majalengka.
Karena perlengkapan senjata belum lengkap ditambah penggunaan kendaraan beraat seperti tank dan angkatan udara dari pihak Belanda, akhirnya satu persatu tentara kita mundur dari pos pertahanan mereka untuk mengatur siasat perang gerilya. Pertahanan Majalengka yang ada di Kadipaten dan sekitar sungai cimanuk tidak dapat membendung penyerangan Belanda. Akhirnya Majalengka dapat dikuasai Belanda.
Keadaan kota Majalengka setelah dikuasai Belanda sangat memprihatinkan. Rakyat hidupnya tidak tenang, kendaraan tank yang berpatroli menjaga serangan gerilya tentara kita, membuat rakyat hidup selalu dihantui ketakutan.
Keadaan Pemerintahpun menjadi kacau.. Meskipun sudah dikuasai, Pejabat pemerintah kabupaten tidak mau tunduk dibawah kekuasaan Belanda. Banyak diantara mereka yang turut mundur ke daerah sisi dan pegunungan bersama para pejuang.
Salah satu desa yang banyak didiami oleh para pejabat dan para pejuang adalah Desa Sindang, yang terletak disebelah timur ibu kota kecamatan Sukahaji. Bahkan desa ini dijadikan Pusat Komando Gerilya Daerah V dan tempat Pemerintahan darurat Kabupaten.
Para pejuang terus berupaya untuk mengusir Belanda dari Majalengka. Pos-pos Belanda yang ada di Majalengka dan di beberapa desa dengan secara tiba-tiba terus diserang. Meskipun tidak berhasil, tetapi dapat menggoyahkan pertahanan Belanda, sehingga Belanda tidak merasa tenang kerena siasat perang gerilya dari para pejuang kita.
- Sindang Pusat Pemerintahan Darurat Kabupaten Majalengka
Dalam rangka agresi militer I ke daerah majalengka, Belanda berhasil menduduki kota majalengka. Akibatnya keadaan rakyat sangat memprihatinkan. Begitu pula keadaan Pemerintahan kabupaten Majalengka menjadi terhambat. Beberapa pejabat pemerintahan mundur ke desa sindang dan mengendalikan pemerintahan dari sana.
Melihat letak geografisnya, daerah sindang memang tepat dijadikan pusat pemerintahan darurat. Letak desa sindang berada didaerah dataran tinggi dikaki gunung ciremai dan tidak begitu jauh dari pusat pemerintahan (Kota Majalengka).
Posisinya yang berada didataran tinggi ini terbilang aman, karena apabila musuh (Belanda) mau memasuki desa sindang baik dari arah Rajagaluh, Tanjung sari ataupun Cikesik segera diketahui. Desa –desa yang berbatasan dengan desa sindang seperti Gintung(Bayureja), Gunungkuning, Indrakila, dan Pajajar merupakan basis pertahanan Desa Sindang. Di desa-desa tersebut banyak ditempati laskar-laskar rakyat dan tentara yang selalu siap menangkis serbuan pasukan Belanda yang bermaksud menyerang desa sindang.
Desa Sindang dijadikan Pusat Pemerintahan darurat Kabupaten Majalengka didasarkan atas hasil musyawarah yang bertempat di SD Sindang dengan dipmpin oleh Kolonel Abimanyu (Komandan Brigade V).
Kepala Pemerintahan Darurat Kabupaten Majalengka di Sindang adalah Bapak A. Havil kantor pemerintahannya pada saat itu bertempat dirumah Bapak Kuwu Sindang Bapak Atmasantana, sebelah timur Bale Desa Sindang.
Pejabat yang berada di desa sindang ternyata tidak hanya pejabat Pemerintahan Kabupaten Majalengka saja, Bupati Cirebon Mr. Makmun dan beberapa stafnya juga tinggal di desa sindang. Dalam musyawarah pembentukan pemerintahan darurat dan pusat Komando Gerilya Daerah V , Mr. Makmun juga turut serta.
Sementara itu Jatiwangi yang menjadi basis pertahanan Majalengka, keadaan pemerintahan kecam,atannya juga tidak menentu setelah dikuyasai Belanda. Camat Jatiwangi R.S. Kartasasmita dan beberapa stafnya pindah ke desa gunungkuning, sebelah utara desa sindang. Kantor Camat pada waktu itu bertempat di rumah Bapak Gozali (modin) sebelah timur rumah kuwu sepuh.
Keberadaan Sindang sebagai Pusat pemerintahan darurat Kabupaten majalengka terus berlangsung sampai dengan para pejuang kembali dari Yogyakarta. Selama menjadi Pusat Pemerintahan Desa sindang tidak pernah dikuasai Belanda. Tentara Belanda yang mencoba memasuki desa sindang dapat segera dipukul mundur di desa yang menjadi basis pertahanan desa sindang.
Penyerahan kembali Pemerintah darurat kepada pemerintah sipil baru pada tahun 1950, dengan Bupatinya Nur Suryadibrata.
- Sindang Pusat Komando Gerilya Daerah V
Pada waktu Belanda menyerbu ke Wilayah Cirebon dan berhasil menduduki Majalengka, kesatuan militer yang berada di Majalengka pecah. Kesatuan itu adalah Batalyon 5 Infantri, Detasemen 131, Polisi tentara (PT) dan Pasukan Istrimewa (PI). Semua kesatuan tersebut terpaksa mundur unbtuk mengatur siasat perang gerilya.
Polisi Tentara (PT) yang bermarkas di Jatiangi terpaksa mundur ke desa sindang dibaah pimpinan M.Halil. Sementara Pasukan Poilisi Tentara yang menempati desa aringin dibaah pimpinan R. Mansyur , di desa eragati dibaah pimpinan R.Satori. Ditiap desa tersebut terdiri dari satu seksi Polisi Tentara , jumlahnya sekitar 33 orang.
Pasukan Istimea (PI) adalah pasukan khusus yang didatangkan dari Jakarta yang bermarkas di Pabrik Gula Jatiwangi. Pasukan Istimea juga terpaksa mundur menempati desa Pajajar dibawah Pimpinan Mayor Syafei.
Dengan demikian kekuatan militer yang berada di desaz sindang dan desa-desa tetangga dekatnya terdiri dari Polisi Tentara (PT), Pasukan Istimea (PI), ditambah dengan Laskar Rakyat dan pasukan Sindang kasih yang tersebar di desa-desa tersebut.
Komandan Brigade V, Kolonel Abimanyu dengan stafnya Mayor Kusno, juga berada di desa Sindang.
Brigade V ini meliputi daerah Majalengka, Cirebon, Sumedang, Kuningan dan Indramayu, dengan demikian posisi desa sindang pada aktu itu dalam kekuatan Militer sangat penting sekali.
Melihat keadaan ilayah Cirebon yang sudah dikuasai Belanda, dan keadaan pemerintah kabupaten Majalengka yang tidak berjalan lancar akibat dikuasai Belanda, maka para Tokoh Militer dan Sipil yang ada di desa sindang, mengadakan musyaarah untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Musyaarah itu dilakukan disebuah sekolah di desa sindang (SDN) Sindang 1 Sekarang.
Yang menjadikan pokokdalam musyaarah itu adalah pengaturan siasat militer untuk menyerang Belanda dan kelangsungan pemerintahan kabupaten Majalengka.
Sebagai Pimpinan musyaarah adalah Kolonel Abimanyu. Tokoh lain yang ikut serta adalah Mr. Makmun, Afandi, Syafei, dan beberapa pejuang lainnya.
Dalam musyaarah tersebut mengjasilkan beberapa keputusan yaitu ;
- Membentuk Komando Gerilya Daerah V (KGD V) dibaah pimpinan Kapten Afandi, berpusat di desa sindang.
- Membantuk Komando Keamanan Daerah IV (KKD IV) dibaah pimpinan Bapak Yusuf, berpusat di desa sindang.
- Membentuk pemerintah darurat kabupaten Majalengka yang di Kepalai oleh Bapak A. Havil, berpusat di desa Sindang.
Dengan demikian keberadaan desa sindang memegang peranan penting, baik sebagai pusat pemerintahan darurat maupun sebagai pusat Komando Gerilya. Tidaklah mengherankan apabila para pejuang berupaya untuk menjaga keamanan di desa tersebut dan selalu siap mempertahankannya dari serangan Belanda.
Desa-desa yang berbatasan dengan desa sindang, yaitu desa Indrakila, Pajajar, Gunungkuning, Gintung(Bayureja) merupakan basis pertahanan desa sindang sebagai pusat KGD V dan pemerintahan darurat Kabupaten Majalengka. Laskar Rakyat dan Kesatuan militer yang berada di desa-desa tersebut siap memukul mundur Belanda yang berupaya menduduki desa sindang.
Karena letak desa sindang yang strategis ditambah dengan peran srta rakyat dalam membantu perjuangan, maka Belanda tidak dapat memasuki Desa Sindang. Belanda harus berhadapan dulu dengan para pejuang sebelum memasuki desa sindang.
Kedatangan Belanda pun segera dapat diketahui berkat kerja sama rakyat dan pejuang dari arah manapun jua.
Kemungkinan terciumnya Sindang sebagai pusat komando gerilya oleh Belanda sudah diperhitungkan oleh para pejuang. Belanda yang bermaksud memasuki sindang dari arah Rajagaluh, mendapat perlawanan dari Polisi Tentara dan pejuang lainnya yang berada di desa pajajar. Pertempuran tidak dapat dihindari terjadi di tanjakan Pokek (Indrakila-Pajajar). Di daerah Pasir Belanda mendapat serangan dari dua arah , disebelah atas dipimpin oleh Letnan Gani, dan dibaah dipimpin oleh Serma Satori.
Dari kontak senjata tersebut Belanda tidak berhasil memasuki desa sindang. Medan pertempuran yang banyak menguntungkan para pejuang, membuat Belanda mundur kembali ke pos mereka di Rajagaluh.
Sebagai pusat Komando Gerilya, tentunya bukan hanya bersiap untuk mempertahankan diri saja, tetapi merencanakan penyerangan ke pos-pos Belanda dengan cara perang gerilya. Meskipun dengan penyerangan ini tidak dapat mengusir Belanda dari Majalengka, setidaknya dapat mengacaukan pertahanan mereka dan membuktikan baha Tentara dan Pejuang di Majalengka masih mempunyai kekuatan untuk sewaktu–waktu menghancurkan Belanda.
Laskar Rakyat dibawah pimpinan Yusuf mengadakan pencegatan terhadap Belanda didekat jembatan sungai Cikeruh. Dari hasil pertempuran mereka mendapatkan 3 senjata rampasan . Setelah melakukan pencegatan kembali mereka mundur ke Gintung dan kembali ke Sindang.
Penyerangan dilakukan Polisi Tentara ke Pos Belanda di Rajagaluh ternyata dapat menggoyahkan Belanda. Penyerangan dilakukan pada malam hari yang kemudian mundur ke daerah Pasantren di desa Salagedang. Dengan adanya serangan tersebut, keesokan hartnya Belanda melakukan penyerangan ke Pesantren Salagedang, namun para pejuang disana sudah kembali ke Sindang dan Pajajar. Hal ini berkat bantuan masyarakat Salagedang yang memberi tahu ketatangan Belanda ke Pesantren Salagedang. Jadi sebelum Belanda datang, para pejuang sudah pergi.
Sebenarnya jumlah Tentara dan Laskar Rakyat yang berada di desa sindang tidak begitu banyak. Di desa-desa yang menjadi basis pertahanan sindang justru yang lebih banyak. Tentunya strategi ini sengaja diterapkan untuk mempertahankan serangan ke desa sindang sebagai Pusat Komando Gerilya Daerah V. Di desa sindang inilah direncanakan pengaturan strategi perang gerilya untuk melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda.
4..Sindang Sebagai Yogya Kecil
Berdasarkan Perjanjian Renville, hampir seluruh wilayah jawa barat kecuali daerah Banten merupakan daerah pendudukan Belanda. Daerah Republik Indonesia yang diduduki oleh Belanda sebagai hasil Agresi harus diakui Republik Indonesia sebagai daerah pendudukan Belanda. Pasukan TNI yang masih bertahan di dalam kantong-kantong di belakang garis Belanda harus dihijrahkan ke belakang garis depan Republik Indonesia.
Majalengka termasuk daerah yang diduduki Belanda . Pejuang yang ada di desa sindang, Gintung, Gunungkuning, Indrakila dan Pajajar bersiap-siap untuk melakukan hijrah ke Yogyakarta , semua berkumpul di desa sindang sebagai pos pemberangkatan.
Dalam suatu obrolan tak resmi para pejuang, mereka menyepakati bahwa sindang merupakan Yogya Kecil bagi mereka. Alasan utamanya adalah karena mereka berada di desa sindang ini hijrah dari pos pertahanan mereka pada waktu mempertahankan Majalengka dari serangan Belanda. Istilah Yogya Kecil ini diantara para pejuang sampai sekarang sudah tidak asing lagi. Namun sayang istilah ini oleh masyarakat luas kurang begitu dikenal. Peranan desa sindang dimasa perang kemerdekaan hilang begitu saja karena kurang dikenal oleh masyarakat kabupaten Majalengka.
Hijrah ke Yogyakarta yang dilakukan para pejuang yang berkumpul di desa sindang menempuh rute perjalanan sebagai berikut :
Sindang …… Pasirayu …….Heubeulisuk …….Gunung Wangi ( Gunung Bongkok)……Sukasari…..Cibodas ……Cukang Bawok ……Sangiang…….Ciinjuk……Cibenying……..Kadugede ……dan berkumpul bersama pejuang di Ciwaru Kuningan.
Perjalanan dari Ciwaru menuju Yogyakarta dibagi menjadi tiga jalur, yaitu;
- Melalui laut : Ciwaru-Cirebon
- Melalui Kereta Api : Ciwaru-Cirebon
- Jalan Darat : Ciwaru …..Cipukur …..Tamiang Ropoh (Perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah).
Dalam perjalanan hijrah ini, berangkat dari desa sindang tidak dilakukan secara serentak, tetapi berturutan secara berselang. Mereka berangkat sebagian-sebagian, meskipun jalan yang ditempuh sangat sulit , namun para pejuang tetap bersemangat tanpa mengeluh terus melakukannya.
- Peranan Sindang setelah Hijrah dari Yogyakarta
Perjanjian Renille sama halnya seperti Perjanjian Linggarjati , dirobek-robek secara sepihak oleh Belanda. Tanggal 19 Desember 1948 kembali Belanda melancarkan Agresi Militer II, maka sejak saat itu perang kemerdekaan berkobar kembali.
Para pejuang kembali melakukan perang gerilya untuk menunjukan bahwa Negara Republik Indonesia masih ada.
Pasukan siliangi termasuk para pejuang yang berangkat hijrah ke Yogyakarta dari desa sindang yang baru saja kembali dari Yogyakarta terus melanjutka perjuangan untuk mengusir Belanda . Desa Sindang sebagai pusat pererintahan darurat dan pusat komando gerilya daerah masih terus berjalan . Baru pada tahun 1949 Komando Gerilya Daerah V yang berpusat di sindang resmi bubar.
Sementara itu Laskar Rakyat berpencar kembali menempati desa-desa yang dianggap strategis untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda . Beberapa diantaranya adalah :
- Laskar Rakyat di Rajagaluh dipimpin oleh Letnan Emon
- Laskar Rakyat di Sukahaji dipimpin oleh Bapak Yusuf
- Laskar Rakyat di Cigasong dipimpin oleh Bapak Eje.